Selasa, 14 Januari 2014


            Sudahkan baca part pertamanya, nah sekarang lanjut nih part duanya. Part kedua ini bakal cerita mengenai perjalanan dari Solo ke Bali. Perjalanan dari Solo ke Bali ini cukup panjang juga mengingat letak Solo yang ibaratnya ditengah-tengah perjalanan. Melihat di papan penunjuk jalan dan peta, Solo – Bali masih sekitar 500-600 kilometer-an lagi. Masih panjang. Baiklah pagi pertama di Solo berlangsung cepat karena kita mengejar waktu untuk segera tiba di Bali. Akhirnya jam 8 pagi dengan mobil dan pengemudi yang sama, kita berangkat.
           
Rute yang ditempuh dari Solo ke Bali
            
            Perjalanan ini melewati Sragen dan memasuki hutan-hutan jati yang jadi ciri-ciri perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Akhirnya sampai juga di Ngawi, Jawa Timur. Gue sendiri udah beberapa kali ke Ngawi. Ya, mentok di Ngawi. Tapi sekarang kita harus terus jalan karena masih jauh dari harapan. Ohiya di daerah Caruban, Madiun mobil ini harus berhenti dulu untuk mengonsumsi premium dan semua penumpang harus menguras isi kandung kemihnya. Selepas itu mobil ini langsung jalan lagi menelusuri beberapa kota di Jawa Timur.

            Adzan Dzuhur terdengar pas kita lewat Jombang, Jawa Timur. Ada yang tau Jombang? Tau Pondok Pesantren Tebu Ireng? Ya, disitu tempat mantan presiden Abdurrahman Wahid dikebumikan. Abdurrahman Wahid yang biasa dikenal Gus Dur adalah salah satu tokoh bangsa yang terkenal dengan jiwa pluralismenya. Pantaslah dia dijuluki Bapak Pluralisme Indonesia. Setelah lewat Jombang, kita masuk Mojokerto dan melewati situs prasejarah Trowulan. Apa Trowulan? Trowulan itu adalah ibukota dari Kerajaan Majapahit. Katanya di Trowulan banyak peninggalan-peninggalan Majapahit yang terkubur didalam tanah. Sayang, Cuma lewat doang.

Masjid Ar Roudloh Komplek IPHI Mojokerto
            Jam setengah dua siang kita memilih berhenti di Komplek IPHI Kabupaten Mojokerto. Disana kita sholat dan juga makan siang. Ya bisa dibilang Ishoma lah. Hampir satu jam istirahat, kita berangkat lagi. Selepas Mojokerto kita banting arah ke Pasuruan tanpa lewat Surabaya. Kenapa? Difikir-fikir Surabaya pasti macet karena musim liburan. Selain itu, ayah juga berniat menghindari Lumpur Sidoarjo. Kenapa? Lagi-lagi karena macet. Akhirnya setelah misah misuh kesana kemari, sampai juga di jalan penghubung Malang-Surabaya. Ternyata tetep masuk Sidoarjo, tetapi tidak lewat lumpurnya. Selepas itu kita masuk Pasuruan. Di Pasuruan lalu lintasnya ramai banget. Ohiya, rupanya malam natal.

            Malam natal di Pasuruan biasa saja sebenarnya. Soalnya memang jarang ketemu gereja di sepanjang jalur pantura. Ohiya, setelah beberapa ratus kilometer terpisah dari pantura, sekarang mobil ini melaju lagi di jalur pantura Jawa Timur. Pas adzan Maghrib datang, kita sudah masuk Probolinggo. Probolinggo ini cukup dikenal dengan alpukatnya. Jam setengah 7 malam, kita berhenti di sebuah SPBU di daerah Probolinggo. Disana kita sholat dan makan malam. Ada kita berhenti satu jam disana

            Keluar dari SPBU, kita langsung tancap gas lagi. Di perjalanan kita melihat PLTU Paiton, salah satu pembangkit listrik terbesar di pulau Jawa. Wih keren banget bangunannya. Bangunan gaya pembangkit listrik yang cerobong asapnya besar besar dan areanya yang luas banget. Belum ada satu jam lewat dari sana, kendaraan gue ini harus terjebak macet. Ya, jembatan di Mblandengan, Situbondo yang ambrol seminggu sebelumnya ternyata kondisinya parah pas malam itu. Benar kata teman gue Aji dan info dari twitter. Akhirnya, menikmati macet adalah hal yang paling indah. Kurang lebih satu jam menunggu dan menikmati macet. Setelah itu langsung jalan.

            Dikarenakan gue lelah, akhirnya gue memilih tidur. Entah tidur berapa menit, tiba-tiba sempat berhenti sebentar di SPBU di Panarukan. Wow ternyata lewat juga di titik 1000 kilometernya Daendels. Di SPBU itu ada suara kencang yang ternyata berasal dari tayangan YKS di televisi. Ternyata, Panarukan ini Cuma sebuah kecamatan di Banyuwangi. Kondisinya pun juga biasa saja. Tapi untuk sekelas kecamatan, Panarukan cukup ramai. Nah sebelumnya kita melewati dulu Taman Nasional Baluran. Widih jam 11 malam lewat di jalanan yang kanan kirinya hutan dalam Taman Nasional. Cuma satu suasananya, sepi. Akhirnya jam dua belas malam, mobil tiba di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Tuntas juga perjalanan Jakarta-Solo-Banyuwangi. Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk kurang lebih setengah jam sampai 45 menit. Keluar dari Gilimanuk, mobil langsung mencari SPBU dan membiarkan seluruh penumpang termasuk pengemudinya, tidur.

            Akhirnya sampai juga di Bali. Tapi, bagaimana perjalanan selama di Bali? Tunggu di part ketiga. Terimakasih sudah membaca part kedua. Sekian.

FAUZAN BERCERITA . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates