Sudahkan baca part pertamanya, nah
sekarang lanjut nih part duanya. Part kedua ini bakal cerita mengenai
perjalanan dari Solo ke Bali. Perjalanan dari Solo ke Bali ini cukup panjang
juga mengingat letak Solo yang ibaratnya ditengah-tengah perjalanan. Melihat di
papan penunjuk jalan dan peta, Solo – Bali masih sekitar 500-600 kilometer-an
lagi. Masih panjang. Baiklah pagi pertama di Solo berlangsung cepat karena kita
mengejar waktu untuk segera tiba di Bali. Akhirnya jam 8 pagi dengan mobil dan
pengemudi yang sama, kita berangkat.
|
Rute yang ditempuh dari Solo ke Bali |
Perjalanan
ini melewati Sragen dan memasuki hutan-hutan jati yang jadi ciri-ciri
perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Akhirnya sampai juga di Ngawi, Jawa
Timur. Gue sendiri udah beberapa kali ke Ngawi. Ya, mentok di Ngawi. Tapi
sekarang kita harus terus jalan karena masih jauh dari harapan. Ohiya di daerah
Caruban, Madiun mobil ini harus berhenti dulu untuk mengonsumsi premium dan
semua penumpang harus menguras isi kandung kemihnya. Selepas itu mobil ini
langsung jalan lagi menelusuri beberapa kota di Jawa Timur.
Adzan
Dzuhur terdengar pas kita lewat Jombang, Jawa Timur. Ada yang tau Jombang? Tau
Pondok Pesantren Tebu Ireng? Ya, disitu tempat mantan presiden Abdurrahman
Wahid dikebumikan. Abdurrahman Wahid yang biasa dikenal Gus Dur adalah salah
satu tokoh bangsa yang terkenal dengan jiwa pluralismenya. Pantaslah dia
dijuluki Bapak Pluralisme Indonesia. Setelah lewat Jombang, kita masuk
Mojokerto dan melewati situs prasejarah Trowulan. Apa Trowulan? Trowulan itu
adalah ibukota dari Kerajaan Majapahit. Katanya di Trowulan banyak
peninggalan-peninggalan Majapahit yang terkubur didalam tanah. Sayang, Cuma
lewat doang.
|
Masjid Ar Roudloh Komplek IPHI Mojokerto |
Jam
setengah dua siang kita memilih berhenti di Komplek IPHI Kabupaten Mojokerto.
Disana kita sholat dan juga makan siang. Ya bisa dibilang Ishoma lah. Hampir
satu jam istirahat, kita berangkat lagi. Selepas Mojokerto kita banting arah ke
Pasuruan tanpa lewat Surabaya. Kenapa? Difikir-fikir Surabaya pasti macet
karena musim liburan. Selain itu, ayah juga berniat menghindari Lumpur
Sidoarjo. Kenapa? Lagi-lagi karena macet. Akhirnya setelah misah misuh kesana
kemari, sampai juga di jalan penghubung Malang-Surabaya. Ternyata tetep masuk
Sidoarjo, tetapi tidak lewat lumpurnya. Selepas itu kita masuk Pasuruan. Di
Pasuruan lalu lintasnya ramai banget. Ohiya, rupanya malam natal.
Malam
natal di Pasuruan biasa saja sebenarnya. Soalnya memang jarang ketemu gereja di
sepanjang jalur pantura. Ohiya, setelah beberapa ratus kilometer terpisah dari
pantura, sekarang mobil ini melaju lagi di jalur pantura Jawa Timur. Pas adzan
Maghrib datang, kita sudah masuk Probolinggo. Probolinggo ini cukup dikenal
dengan alpukatnya. Jam setengah 7 malam, kita berhenti di sebuah SPBU di daerah
Probolinggo. Disana kita sholat dan makan malam. Ada kita berhenti satu jam
disana
Keluar
dari SPBU, kita langsung tancap gas lagi. Di perjalanan kita melihat PLTU
Paiton, salah satu pembangkit listrik terbesar di pulau Jawa. Wih keren banget
bangunannya. Bangunan gaya pembangkit listrik yang cerobong asapnya besar besar
dan areanya yang luas banget. Belum ada satu jam lewat dari sana, kendaraan gue
ini harus terjebak macet. Ya, jembatan di Mblandengan, Situbondo yang ambrol
seminggu sebelumnya ternyata kondisinya parah pas malam itu. Benar kata teman
gue Aji dan info dari twitter. Akhirnya, menikmati macet adalah hal yang paling
indah. Kurang lebih satu jam menunggu dan menikmati macet. Setelah itu langsung
jalan.
Dikarenakan
gue lelah, akhirnya gue memilih tidur. Entah tidur berapa menit, tiba-tiba
sempat berhenti sebentar di SPBU di Panarukan. Wow ternyata lewat juga di titik
1000 kilometernya Daendels. Di SPBU itu ada suara kencang yang ternyata berasal
dari tayangan YKS di televisi. Ternyata, Panarukan ini Cuma sebuah kecamatan di
Banyuwangi. Kondisinya pun juga biasa saja. Tapi untuk sekelas kecamatan,
Panarukan cukup ramai. Nah sebelumnya kita melewati dulu Taman Nasional
Baluran. Widih jam 11 malam lewat di jalanan yang kanan kirinya hutan dalam
Taman Nasional. Cuma satu suasananya, sepi. Akhirnya jam dua belas malam, mobil
tiba di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Tuntas juga perjalanan
Jakarta-Solo-Banyuwangi. Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk kurang lebih setengah
jam sampai 45 menit. Keluar dari Gilimanuk, mobil langsung mencari SPBU dan
membiarkan seluruh penumpang termasuk pengemudinya, tidur.
Akhirnya
sampai juga di Bali. Tapi, bagaimana perjalanan selama di Bali? Tunggu di part
ketiga. Terimakasih sudah membaca part kedua. Sekian.